Tarif Impor Baja AS Naik Krakatau Steel Ekspansi Ke Timur Tengah dan aluminium dari 25 persen menjadi 50 persen, sebagaimana diumumkan oleh Presiden Donald Trump pada akhir Mei 2025, menimbulkan dinamika signifikan dalam lanskap perdagangan global, khususnya bagi industri baja internasional.
Langkah proteksionis yang disebut sebagai “Tarif Trump 2.0” tersebut menimbulkan tantangan bagi sejumlah eksportir baja, namun secara bersamaan membuka peluang strategis bagi pelaku industri nasional, termasuk PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, dalam memperkuat posisi kompetitifnya di pasar internasional.
Direktur Utama PT Krakatau Steel, Akbar Djohan, dalam pernyataan resminya menegaskan bahwa kebijakan tersebut tidak serta-merta dipandang sebagai hambatan, melainkan sebagai momentum untuk mempercepat transformasi strategis perusahaan.
Menurutnya, perubahan iklim perdagangan global ini mendorong perusahaan untuk mengakselerasi diversifikasi pasar ekspor dan pengembangan produk bernilai tambah tinggi.
Tarif Impor Baja AS Naik Fokus Ekspansi Pasar
Dalam menghadapi tantangan dari kebijakan proteksionis AS, Krakatau Steel memilih untuk tidak bergantung pada pasar Amerika Serikat sebagai target utama ekspor.
Sebaliknya, perusahaan pelat merah ini telah lama mengarahkan strategi ekspansinya ke sejumlah kawasan dengan pertumbuhan ekonomi yang dinamis dan kebutuhan infrastruktur yang tinggi.
“Kami justru melihat peluang besar di pasar Asia Tenggara, Asia Selatan, Timur Tengah, hingga Afrika. Kawasan-kawasan ini menunjukkan pertumbuhan permintaan baja yang konsisten, terutama untuk pembangunan infrastruktur, pengembangan kawasan industri, dan sektor konstruksi,” ungkap Akbar Djohan pada Rabu (4/6/2025).
Perusahaan pun memperkuat jaringan pemasaran dan distribusi di negara-negara anggota ASEAN serta menggandeng mitra strategis di negara berkembang yang membutuhkan pasokan baja dalam jumlah besar dengan harga kompetitif. Kebijakan tersebut dinilai lebih stabil secara regulasi dibanding pasar Amerika yang kini semakin protektif.
Pengembangan Produk Bernilai Tambah Tinggi
Selain strategi geografis, Krakatau Steel juga mengintensifkan upaya pengembangan produk baja yang memiliki nilai tambah tinggi.
Fokus utama diarahkan pada baja otomotif, material teknologi tinggi, serta baja konstruksi yang memenuhi standar berkelanjutan (sustainable construction).
Produk-produk premium ini diyakini memiliki daya tahan lebih tinggi terhadap fluktuasi harga pasar dan menawarkan marjin keuntungan yang lebih baik.
“Segmen ini cenderung lebih stabil dalam permintaan dan juga lebih loyal dari sisi pelanggan karena kualitas dan spesifikasinya yang tinggi,” jelas Akbar.
Perusahaan juga mendorong inovasi melalui kolaborasi riset dengan perguruan tinggi dan lembaga teknologi untuk memastikan bahwa pengembangan produk terus relevan dengan kebutuhan industri modern, termasuk dalam hal efisiensi energi dan keberlanjutan lingkungan.
Modernisasi Teknologi dan Efisiensi Operasional
Dalam menghadapi kompetisi global, Krakatau Steel menerapkan langkah modernisasi sistem produksi dengan memanfaatkan teknologi industri 4.0.
Inisiatif ini mencakup penggunaan sistem otomatisasi, kecerdasan buatan, dan integrasi data dalam proses manufaktur. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi operasional, menekan biaya produksi, serta mempertahankan kualitas produk.
Di samping itu, perusahaan juga memprioritaskan penerapan teknologi yang ramah lingkungan guna mendukung komitmen pemerintah dalam mewujudkan industri hijau.
Penerapan teknologi emisi rendah serta manajemen limbah yang efisien menjadi bagian dari strategi jangka panjang Krakatau Steel dalam meningkatkan daya saing secara berkelanjutan.
Peran Pemerintah dalam Penguatan Industri Baja Nasional
Pemerintah Republik Indonesia turut berperan aktif dalam mendukung daya saing industri baja nasional melalui berbagai kebijakan dan dukungan konkret. Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, dalam keterangan terpisah menyatakan bahwa PT Krakatau Steel merupakan aset strategis negara dalam pembangunan sektor industri.
“Perusahaan ini tidak hanya berperan sebagai produsen baja nasional, tetapi juga sebagai motor penggerak dalam menciptakan ekosistem industri yang kuat dan mandiri. Peningkatan kapasitas produksi dan diversifikasi produk harus didukung secara penuh untuk mewujudkan ketahanan industri nasional,” ujarnya.
Baca Juga : Kebutuhan Baja RI Diproyeksi Capai 100 Juta Ton di 2045, Ini Tantangannya
Kementerian Perindustrian melalui Direktorat Jenderal ILMATE (Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika) juga mendorong perluasan kerja sama perdagangan bebas, seperti ASEAN Free Trade Agreement (FTA) dan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Kerja sama ini diyakini dapat membuka akses pasar baru bagi produk baja nasional.
Setia Diarta, Direktur Jenderal ILMATE, menambahkan bahwa diplomasi dagang dan insentif fiskal akan diperkuat guna mendukung industri baja yang berfokus pada hilirisasi dan pemanfaatan teknologi canggih. “Kami ingin memastikan bahwa pelaku industri yang melakukan inovasi dan penguatan kapasitas mendapatkan dukungan yang memadai dari pemerintah,” tegasnya.