Gedung Putih Klaim Surat untuk Harvard Tanpa Izin dari Trump
Washington, D.C. – Pemerintah Amerika Serikat melalui pernyataan resminya mengklaim bahwa sebuah surat yang ditujukan kepada Universitas Harvard, yang mencatut nama mantan Presiden Donald J.
Trump, telah dikirim tanpa persetujuan atau seizin langsung dari Trump. Pernyataan ini menimbulkan kehebohan di ranah politik dan akademik, memunculkan dugaan adanya penyalahgunaan wewenang atau nama mantan kepala negara untuk tujuan yang belum sepenuhnya terungkap.

Gedung Putih Klaim Surat untuk Harvard Tanpa Izin dari Trump
Kasus ini muncul ke publik setelah dokumen berupa surat rekomendasi atau surat dukungan resmi dengan kop Gedung Putih dan tanda tangan pejabat senior beredar luas di media sosial dan menjadi sorotan media nasional. Dalam surat tersebut
secara eksplisit disebutkan bahwa dukungan tersebut mewakili pandangan resmi Gedung Putih atas permohonan atau kebijakan terkait pihak Universitas Harvard.
Namun, beberapa jam setelah dokumen itu tersebar, juru bicara resmi Gedung Putih merilis pernyataan yang menyebut bahwa pengiriman surat tersebut dilakukan tanpa melalui prosedur internal yang seharusnya dan tidak mendapat persetujuan Presiden kala itu, Donald Trump.
Isi Surat yang Menjadi Sorotan
Meskipun isi lengkap surat tersebut belum dirilis ke publik secara resmi, beberapa bocoran menyebut bahwa surat itu berisi dukungan moral dan administratif terhadap program kemitraan akademik yang diajukan
Harvard kepada pemerintah federal. Disebutkan pula bahwa program tersebut berkaitan dengan kerja sama riset antara Harvard dan lembaga pemerintah untuk bidang teknologi dan keamanan data.
VENUS4D Namun, dalam surat tersebut tertera nama Donald Trump sebagai pihak yang menyatakan dukungan, meskipun tidak ditandatangani langsung oleh Trump, melainkan oleh seorang pejabat setingkat penasihat senior Gedung Putih saat itu.
Dokumen itu juga tampaknya digunakan oleh pihak ketiga untuk memperkuat lobi dalam dunia akademik, menimbulkan kekhawatiran tentang potensi manipulasi kebijakan pendidikan melalui simbol dan otoritas negara.
Respons Gedung Putih dan Klarifikasi Resmi
Gedung Putih melalui Sekretaris Pers, dalam jumpa pers pada pagi hari tanggal 20 April 2025
menegaskan bahwa pengiriman surat tersebut tidak melalui jalur legal dan administrasi yang semestinya. Ia menyebut bahwa siapa pun yang mencatut nama Presiden untuk kepentingan
eksternal tanpa prosedur sah akan dikenai sanksi sesuai aturan dalam lingkup internal dan perundang-undangan yang berlaku.
“Presiden saat itu tidak memberikan otorisasi atas surat tersebut. Kami sedang melakukan evaluasi internal untuk memastikan siapa saja yang terlibat dalam penyusunan dan pengirimannya,” ujar Sekretaris Pers.
Pihak Gedung Putih juga menegaskan bahwa segala bentuk dokumen yang menyangkut nama Presiden, terlebih dengan kop institusional negara, harus melewati verifikasi protokol resmi dan bukan inisiatif individu, meskipun berasal dari lingkaran dalam pemerintahan.
Baca juga:Dominan Geluti Bisnis Teknologi, Daftar 20 Miliarder Korea Selatan
Reaksi dari Universitas Harvard
Pihak Universitas Harvard melalui perwakilan hubungan eksternal mereka menyatakan bahwa mereka menerima surat tersebut sebagai dukungan administratif biasa, dan belum menindaklanjuti secara resmi karena masih menunggu konfirmasi dari pihak federal.
“Kami menyambut baik dukungan terhadap program pendidikan dan riset yang kami ajukan, namun kami juga menghargai proses formal dan legal dari pemerintah. Jika memang terdapat kesalahpahaman administratif, kami akan mengikuti arahan dari lembaga terkait,” demikian pernyataan resmi dari Harvard.
Pihak universitas juga menyatakan bahwa mereka tidak meminta surat dukungan tersebut secara langsung dari Presiden Trump atau pihak Gedung Putih. Surat itu dikirim oleh seorang individu yang mengklaim mewakili pemerintah dalam kapasitas tertentu.
Kemungkinan Investigasi dan Konsekuensi Hukum
Para pakar hukum menyebut bahwa pengiriman surat resmi negara tanpa otorisasi Presiden atau tanpa melalui jalur administratif bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang, tergantung konteks dan niat di balik pengiriman surat tersebut.
Departemen Kehakiman AS telah menerima laporan dari kantor penasihat hukum Gedung Putih dan kemungkinan akan membuka penyelidikan internal.
Tujuannya untuk memastikan bahwa tidak terjadi praktik manipulatif yang bisa merusak integritas hubungan antara pemerintah dan lembaga pendidikan tinggi.
Menurut analis politik dari Brookings Institution, kasus ini bisa berdampak lebih luas, karena melibatkan etika kekuasaan, integritas dokumen negara, dan pengaruh politik dalam dunia akademik.
Kaitan Politik dan Spekulasi Motif
Mengingat bahwa nama Donald Trump masih sangat kuat dalam dinamika politik AS—terutama menjelang pemilu
presiden 2028—kasus ini segera dimanfaatkan oleh berbagai pihak. Partai Demokrat menyatakan
bahwa peristiwa ini menunjukkan adanya celah dalam sistem pengamanan dokumen kenegaraan dan perlunya audit lebih ketat atas penggunaan simbol negara.
Sementara itu, kubu pendukung Trump justru menilai bahwa kasus ini bisa menjadi bagian dari upaya
sistematis untuk menjatuhkan reputasi sang mantan presiden, dengan menyebarkan dokumen palsu atas namanya. Mereka meminta penyelidikan menyeluruh terhadap siapa saja yang berada di balik pengiriman surat tersebut.
Di sisi lain, beberapa analis menilai bahwa surat tersebut mungkin merupakan bentuk lobi internal
yang gagal dan bocor ke publik. Ini bukan kali pertama nama presiden digunakan untuk menekan atau memperkuat lobi ke lembaga pendidikan atau mitra bisnis.
Presiden Trump Angkat Bicara
Melalui Truth Social, mantan Presiden Donald Trump akhirnya memberikan tanggapan langsung.
Ia menyebut bahwa dirinya sama sekali tidak mengetahui atau menyetujui pengiriman surat tersebut
dan menekankan bahwa “jika benar surat itu dibuat atas nama saya tanpa seizin saya, maka ini adalah pemalsuan tingkat tinggi.”
Trump juga menyatakan bahwa ia akan mempertimbangkan untuk menuntut pihak yang terbukti mencatut namanya dalam dokumen resmi negara.
“Saya tidak pernah menandatangani surat apa pun untuk Harvard. Saya tidak tahu-menahu tentang program mereka
. Ini pemalsuan, dan harus diselidiki!” tulis Trump.
Kesimpulan: Integritas Dokumen Negara Dipertaruhkan
Kasus dugaan pencatutan nama
Donald Trump dalam surat resmi kepada Harvard mengungkap pentingnya tata kelola dokumen dan komunikasi di tingkat pemerintahan.
Selain membuka celah penyalahgunaan wewenang, insiden ini juga menjadi pelajaran penting akan perlunya
sistem keamanan administratif yang ketat, bahkan dalam isu-isu yang tampak sepele.
Selanjutnya, jika terbukti ada motif politik atau keuntungan pribadi dalam penggunaan simbol dan nama
Presiden tanpa izin, konsekuensinya bisa sangat serius, baik dari sisi hukum maupun politik.
Bagi institusi pendidikan seperti Harvard, insiden ini juga menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam menerima
dan merespons surat dukungan yang mencantumkan simbol-simbol negara.
Sementara itu, publik menanti hasil investigasi resmi yang diharapkan bisa memberi kejelasan dan menegakkan prinsip transparansi dan akuntabilitas.