0 Comments

Kemenkeu Belum Bahas Skema LPG 3 Kg Satu Harga dengan ESDM

Wacana mengenai penerapan skema LPG 3 kilogram satu harga kembali mencuat ke permukaan

setelah sejumlah pihak mendorong adanya pemerataan harga elpiji bersubsidi di seluruh wilayah Indonesia.

Namun, hingga awal Juli 2025, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan bahwa mereka

belum melakukan pembahasan lebih lanjut terkait rencana tersebut bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Pernyataan ini disampaikan langsung oleh pejabat Kemenkeu sebagai respons atas munculnya berbagai pertanyaan publik mengenai kebijakan distribusi dan harga gas elpiji 3 kg

yang hingga kini masih bervariasi di sejumlah daerah, terutama wilayah timur dan kawasan terpencil.


Kemenkeu Belum Bahas Skema LPG 3 Kg Satu Harga dengan ESDM

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata, menegaskan bahwa

hingga saat ini belum ada koordinasi atau pembahasan resmi antara pihaknya dengan Kementerian ESDM mengenai skema LPG 3 kg satu harga.

Menurutnya, isu tersebut baru sebatas usulan teknis di lingkungan Kementerian ESDM dan belum masuk ke tahap lintas kementerian.

“Kami belum menerima usulan atau dokumen formal dari Kementerian ESDM mengenai skema LPG 3 kg satu harga.

Jika nanti hal tersebut diajukan, tentu akan kami pelajari dari sisi fiskal dan dampaknya terhadap anggaran subsidi,” ujarnya dalam konferensi pers pekanan Kemenkeu.

Pernyataan tersebut sekaligus menegaskan bahwa kebijakan yang berpotensi mengubah sistem distribusi dan harga LPG bersubsidi masih jauh dari implementasi, karena masih dalam proses kajian internal.


Wacana Satu Harga Elpiji dan Tujuannya

Wacana penerapan satu harga LPG 3 kg mengemuka sebagai bagian dari upaya meningkatkan keadilan distribusi energi di seluruh Indonesia.

Saat ini, harga eceran elpiji 3 kg yang merupakan subsidi pemerintah bervariasi karena ongkos distribusi, biaya logistik, dan faktor geografis yang berbeda-beda.

Pemerintah melalui Kementerian ESDM disebut sedang melakukan kajian terkait kemungkinan menerapkan skema serupa dengan BBM satu harga, yakni menetapkan harga jual LPG 3 kg

yang sama di seluruh wilayah Tanah Air, dari kota besar hingga daerah terpencil.

Namun, banyak tantangan teknis dan fiskal yang harus diperhitungkan, termasuk ketersediaan infrastruktur, sistem distribusi, dan beban subsidi terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).


Tantangan Fiskal dan Potensi Beban Subsidi

Dari sisi fiskal, Kementerian Keuangan tentu akan mempertimbangkan potensi peningkatan beban subsidi jika skema satu harga diterapkan tanpa mekanisme yang efisien.

Saat ini, subsidi elpiji 3 kg masuk dalam kategori subsidi energi yang sudah menyerap anggaran cukup besar setiap tahunnya.

Dengan adanya skema satu harga, maka kemungkinan besar akan ada peningkatan biaya distribusi ke wilayah-wilayah dengan akses logistik sulit.

Hal ini tentunya akan berimbas pada alokasi dana subsidi dan perlu penghitungan yang matang.

“Subsidi harus tepat sasaran dan efisien. Jangan sampai niat pemerataan harga malah menyebabkan pemborosan anggaran karena sistem distribusi yang tidak optimal,” jelas Isa.


Perlunya Kajian Komprehensif

Sejumlah pengamat energi menyambut baik wacana satu harga elpiji 3 kg, namun juga menekankan perlunya

kajian komprehensif, termasuk penerapan sistem digitalisasi distribusi, agar subsidi tidak salah sasaran.

Selama ini, LPG 3 kg masih banyak disalahgunakan oleh kalangan non-rumah tangga miskin, yang seharusnya tidak menjadi penerima subsidi.

Kajian ini juga perlu melibatkan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), PT Pertamina sebagai pelaksana distribusi

dan kementerian teknis lainnya agar sistem yang dirancang benar-benar dapat berjalan di lapangan.


Penutup: Masih Tahap Wacana, Perlu Persiapan Matang

Meski ide LPG 3 kg satu harga terdengar menjanjikan dari sisi keadilan sosial dan kesetaraan akses energi, realisasinya masih jauh dari kata final.

Masyarakat diharapkan bersabar menunggu kepastian arah kebijakan ini, sembari berharap bahwa setiap keputusan yang

diambil pemerintah nantinya akan mempertimbangkan efisiensi anggaran dan pemerataan manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca juga:BGN Minta Tambahan Dana Rp50 Triliun di Tengah Rendah Penyerapan Anggaran

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts