0 Comments

Kebutuhan Baja RI Diproyeksi Capai 100 Juta Ton di 2045, Ini Tantangannya

Indonesia tengah mempersiapkan diri menyambut masa depan industri nasional yang kian ambisius. Salah satu sektor vital yang diproyeksikan mengalami lonjakan permintaan signifikan adalah industri baja. Berdasarkan proyeksi Kementerian Perindustrian dan pelaku industri, kebutuhan baja nasional diperkirakan akan mencapai 100 juta ton per tahun pada 2045, seiring dengan pertumbuhan ekonomi, pembangunan infrastruktur, dan industrialisasi.

Pertumbuhan ini menempatkan baja sebagai material strategis yang menopang pembangunan nasional. Kebutuhan tinggi ini juga akan dipengaruhi oleh meningkatnya investasi di sektor otomotif, konstruksi, manufaktur, dan energi.


Pendorong Utama Lonjakan Permintaan Baja

Beberapa faktor menjadi pendorong utama meningkatnya kebutuhan baja nasional. Pertama, program pembangunan infrastruktur nasional seperti jalan tol, pelabuhan, bandara, dan proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) akan terus membutuhkan pasokan baja dalam jumlah besar.

Kedua, sektor otomotif dan elektronik diprediksi terus berkembang, terutama dengan adanya peralihan ke kendaraan listrik yang komponen rangkanya banyak menggunakan baja ringan berkualitas tinggi. Ketiga, pertumbuhan kawasan industri baru di luar Jawa juga memperluas penggunaan baja dalam pembangunan fasilitas dan peralatan industri.

Tak ketinggalan, peningkatan kelas menengah dan pembangunan perumahan turut memperkuat permintaan dari sektor properti.


Ketergantungan Impor Masih Jadi Tantangan Utama

Meskipun permintaan baja dalam negeri tinggi, produksi baja nasional belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan. Indonesia saat ini masih bergantung pada impor baja, khususnya produk antara dan baja khusus seperti stainless steel dan high-grade alloy. Data menunjukkan bahwa sekitar 50% kebutuhan baja domestik masih dipasok dari luar negeri.

Ketergantungan ini menimbulkan tantangan serius bagi neraca perdagangan dan keberlanjutan industri. Selain itu, ketidakpastian pasokan dan harga global sering kali memengaruhi stabilitas harga baja di pasar domestik.


Kapasitas Produksi Harus Ditingkatkan

Untuk memenuhi target kebutuhan baja nasional 2045, kapasitas produksi baja nasional perlu ditingkatkan secara signifikan. Saat ini, total kapasitas produksi baja nasional berada di kisaran 15–20 juta ton per tahun, jauh di bawah proyeksi kebutuhan.

Pemerintah menargetkan agar kapasitas produksi meningkat secara bertahap hingga menyentuh 60 juta ton pada 2040 dan mencapai 100 juta ton di tahun 2045. Untuk itu

dibutuhkan investasi besar dalam pembangunan pabrik baja terintegrasi, peningkatan teknologi produksi, dan penguatan pasokan bahan baku seperti bijih besi dan batu bara kokas.


Penguatan Industri Hulu dan Hilir Jadi Kunci

Keterpaduan antara sektor hulu dan hilir sangat krusial untuk mengurangi ketergantungan impor.

Sektor hulu seperti tambang bijih besi, pabrik pelet, dan tanur tinggi harus dikembangkan untuk menyuplai kebutuhan industri hilir secara berkelanjutan.

Di sisi hilir, industri pengguna baja seperti manufaktur alat berat, otomotif, dan konstruksi perlu terus didorong agar menggunakan produk baja dalam negeri. Pemerintah juga mengatur melalui kebijakan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) agar proyek-proyek besar lebih banyak menyerap produk baja lokal.


Inovasi dan Teknologi Ramah Lingkungan Jadi Tuntutan

Tantangan lainnya adalah keharusan menerapkan teknologi produksi baja yang ramah lingkungan. Industri baja dikenal sebagai

penyumbang emisi karbon tinggi. Oleh karena itu, transisi menuju teknologi hijau seperti electric arc furnace (EAF), daur ulang scrap, dan penggunaan energi terbarukan dalam produksi menjadi prioritas jangka panjang.

Perusahaan-perusahaan besar seperti Krakatau Steel dan Gunung Raja Paksi telah mulai berinvestasi dalam teknologi rendah emisi dan mengadopsi standar lingkungan global. Transformasi ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mencapai net zero emission pada 2060.


Peran Pemerintah dan Dunia Usaha dalam Mewujudkan Target

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, dan BUMN terus mendorong peningkatan produksi baja nasional.

Berbagai insentif fiskal, kemudahan perizinan, serta dukungan pembangunan kawasan industri berbasis logam seperti di Morowali dan Batulicin menjadi bagian dari strategi besar.

Di sisi lain, dunia usaha diharapkan aktif berkolaborasi dengan investor global, khususnya dari Jepang,

Korea Selatan, dan China yang memiliki pengalaman dan teknologi tinggi di sektor baja.

Baca juga:Prabowo Jelaskan Macron Soal Candi Borobudur: Ini Situs Bersejarah


Kesimpulan: Kemandirian Baja Nasional Adalah Keniscayaan

Meningkatnya kebutuhan baja Indonesia hingga 100 juta ton pada 2045 membuka peluang besar sekaligus tantangan nyata. Untuk itu, dibutuhkan sinergi lintas sektor, penguatan rantai pasok, peningkatan investasi, serta adopsi teknologi hijau agar Indonesia tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga menjadi pemain utama di pasar baja regional.

Kemandirian industri baja bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga menyangkut kedaulatan industri nasional dalam menyongsong Indonesia Emas 2045.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts