Bisnis Mal Lagi Sulit, & Bos Pengusaha Ungkap Kebiasaan Belanja Berdasarkan data terbaru, penjualan kendaraan roda empat di dalam negeri pada April 2025 tercatat mengalami penurunan tajam sebesar 27,8% dibandingkan bulan sebelumnya. Total unit kendaraan yang berhasil terjual hanya mencapai 51.205 unit, angka yang menunjukkan adanya penurunan konsumsi yang cukup serius.
Situasi ini mencerminkan kondisi ekonomi domestik yang sedang tidak berada dalam tren positif. Bahkan, suasana di sejumlah pusat perbelanjaan, baik di pusat kota besar maupun di daerah, tampak sepi dari pengunjung.
Banyak gerai yang terpaksa menghentikan operasionalnya, beberapa bahkan menutup usahanya secara permanen dan memilih hengkang dari pasar Indonesia.
Momentum Ramadan dan Idulfitri yang selama ini menjadi periode puncak (peak season) bagi sektor perdagangan ternyata tidak mampu mendongkrak penjualan secara signifikan.
Bisnis Mal Lagi Sulit Bos Pengusaha Ungkapkan
Sebaliknya, banyak pedagang yang menyatakan bahwa musim belanja tahun ini tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya. Banyak pelaku usaha ritel mengaku lebih banyak menunggu pembeli daripada melayani transaksi penjualan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, mengungkapkan bahwa menurunnya konsumsi rumah tangga menjadi penyebab utama perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional. Menurutnya, daya beli masyarakat Indonesia berada dalam kondisi yang lemah, yang berdampak langsung terhadap berbagai sektor usaha.
“Kondisi saat ini membuat target pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5% sulit tercapai. Kami melihat tekanan terhadap konsumsi masih cukup besar,” ujar Shinta dalam pernyataannya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, menambahkan bahwa saat ini industri ritel di Tanah Air tengah berada dalam fase low season yang diperpanjang.
Ia menjelaskan bahwa perayaan Idulfitri yang jatuh lebih awal tahun ini turut memperpanjang masa low season, sehingga berdampak pada rendahnya tingkat kunjungan dan transaksi pembelian di pusat-pusat perbelanjaan.
“Biasanya setelah Lebaran, ada penurunan aktivitas belanja. Namun tahun ini, periode itu lebih panjang karena Ramadan dan Idulfitri datang lebih awal. Ini menyebabkan tekanan tambahan terhadap kinerja sektor ritel,” ujar Alphonzus kepada media, Rabu (14/5/2025).
Ia menjelaskan bahwa selama Ramadan dan Idulfitri 2025, pertumbuhan kunjungan dan penjualan hanya naik sekitar 10% dibandingkan tahun sebelumnya. Angka tersebut jauh dari harapan, mengingat periode tersebut biasanya mencatatkan peningkatan dua hingga tiga kali lipat dari hari biasa.
Menurut Alphonzus, lemahnya daya beli masyarakat menjadi faktor dominan. Selain itu, adanya kebijakan pengetatan anggaran pemerintah juga memengaruhi pola konsumsi dan perputaran uang di masyarakat. Akibatnya, pada kuartal pertama tahun ini, kinerja sektor ritel tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Bos Pengusaha Ungkap Kebiasaan
“Ramadan dan Idulfitri adalah momen penting bagi sektor ritel, dan ketika momen tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal, maka dampaknya akan terasa pada keseluruhan kinerja tahunan,” lanjutnya.
Berdasarkan kondisi tersebut, APPBI memperkirakan pertumbuhan industri ritel nasional sepanjang tahun 2025 hanya akan berada pada kisaran satu digit. Artinya, tidak akan terjadi pertumbuhan yang signifikan seperti yang diharapkan pelaku usaha.
Selain faktor ekonomi, perubahan perilaku konsumen pascapandemi turut memengaruhi dinamika sektor ritel. Alphonzus menyebut bahwa penutupan sejumlah hypermarket secara permanen merupakan sinyal kuat terjadinya perubahan pola belanja masyarakat.
“Perubahan gaya hidup masyarakat, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, sangat memengaruhi bisnis ritel. Banyak konsumen yang kini lebih memilih berbelanja dalam jumlah kecil dan lebih sering, dibandingkan belanja besar-besaran seperti sebelumnya,” ujarnya.
Tren belanja mingguan atau bulanan di hypermarket yang dulu lazim dilakukan, kini mulai ditinggalkan. Hal ini juga disebabkan oleh pengalaman masyarakat selama masa pandemi COVID-19, di mana berbagai pembatasan membuat masyarakat terbiasa berbelanja secukupnya dan di tempat yang lebih dekat dari tempat tinggal.
“Pada masa pandemi, konsumen menjadi lebih selektif dan efisien dalam berbelanja. Tren ini bertahan hingga sekarang. Banyak yang sudah tidak lagi melakukan pembelian dalam skala besar,” tambahnya.
Baca Juga : Harga Bahan Pangan Melonjak Menjelang Idul Adha Di Tahun 2025
Situasi ini diperparah dengan perubahan strategi belanja konsumen ke arah digital. Banyak masyarakat kini beralih ke platform daring untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, yang secara langsung mengurangi lalu lintas pengunjung ke pusat perbelanjaan konvensional.
Meski demikian, para pelaku usaha masih berharap adanya dukungan konkret dari pemerintah dalam bentuk stimulus maupun kebijakan fiskal yang dapat membantu meningkatkan kembali daya beli masyarakat. Selain itu, pelaku usaha juga didorong untuk berinovasi agar bisa menyesuaikan diri dengan perubahan perilaku konsumen.
Industri ritel nasional dan otomotif kini berdiri di persimpangan jalan. Kunci untuk keluar dari tekanan ini adalah adaptasi terhadap dinamika pasar serta sinergi antara pelaku usaha dan kebijakan pemerintah. Tanpa respons yang tepat, bukan tidak mungkin sektor-sektor ini akan terus terpuruk dan menambah panjang daftar tantangan ekonomi nasional sepanjang tahun 2025.