0 Comments

Prediksi Harga Dolar AS 14 Mei 2025, Rupiah Siap-Siap Loyo Lagi nilai tukar rupiah diperkirakan akan mengalami tekanan terhadap dolar dalam sesi perdagangan pada hari Rabu (14/5/2025).

Pelemahan ini diprediksi akan terjadi sebagai bentuk respons pasar terhadap adanya selisih harga (gap) yang muncul pada awal pekan akibat penutupan pasar domestik selama dua hari berturut-turut.

Pengamat pasar keuangan, Ibrahim Assuaibi, menyampaikan bahwa ketidakhadiran aktivitas perdagangan domestik pada hari Senin dan Selasa berpotensi memicu koreksi harga saat pasar spot kembali dibuka. Menurutnya, pelaku pasar akan melakukan penyesuaian terhadap dinamika global yang terjadi selama periode libur nasional.

“Dengan perdagangan Senin dan Selasa yang libur karena Waisak, maka kemungkinan besar pada sesi pembukaan besok, rupiah akan mengalami tekanan. Pasar spot kemungkinan akan menunjukkan pelemahan signifikan,” kata Ibrahim saat diwawancarai di Jakarta, Selasa (13/5/2025).

Prediksi Harga Dolar AS 14 Mei Pada Tahun 2025

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Hari Ini, Rabu 2 Desember

Ibrahim memperkirakan bahwa pada awal perdagangan, kurs rupiah terhadap dolar AS akan dibuka di kisaran Rp16.610 per dolar. Nilai tukar kemudian diproyeksikan bergerak fluktuatif dengan potensi menyentuh level Rp16.700. Pelemahan ini didorong oleh kecenderungan pasar untuk menutup gap yang sebelumnya sempat terbentuk akibat penguatan mendadak (gap up) pada hari Senin di pasar global.

“Potensi gap down cukup besar, bisa mencapai 50 hingga 100 poin. Ini sebagai konsekuensi dari dinamika harga yang tidak sejalan antara pasar global dan pasar domestik selama libur nasional,” tambahnya.

Dalam penjelasannya, Ibrahim juga menyampaikan bahwa tekanan terhadap rupiah tidak semata-mata disebabkan oleh faktor domestik. Sentimen global yang belum sepenuhnya stabil menjadi salah satu pendorong utama pergerakan nilai tukar.

Ia menyoroti dinamika kebijakan moneter dari bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) yang cenderung mempertahankan suku bunga tinggi, serta gejolak geopolitik yang belum mereda di kawasan Eropa Timur dan Timur Tengah.

Faktor-faktor eksternal ini mendorong investor global untuk mengalihkan aset mereka ke instrumen yang dianggap lebih aman seperti dolar AS, sehingga menambah tekanan terhadap mata uang negara berkembang termasuk rupiah.

Indikator Domestik Sebenarnya Positif

Meski demikian, dari sisi fundamental ekonomi dalam negeri, menurut Ibrahim, terdapat sejumlah indikator yang menunjukkan tren positif. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama tercatat tetap solid di tengah tantangan eksternal. Inflasi juga masih dalam kisaran yang terjaga, dan cadangan devisa berada pada level yang cukup untuk menstabilkan pasar.

“Secara teknikal, rupiah seharusnya cukup stabil karena didukung oleh data ekonomi makro yang positif. Namun, kekhawatiran pasar terletak pada tindak lanjut kebijakan pemerintah dalam menjaga momentum pertumbuhan, khususnya memasuki kuartal kedua,” jelasnya.

Nilai Tukar Rupiah Menguat 17 Poin di Level Rp14.947 per USD

Ibrahim menekankan bahwa investor dan pelaku pasar akan sangat memperhatikan langkah konkret pemerintah dalam menstimulasi ekonomi pada periode mendatang. Keberlanjutan stimulus fiskal dan efisiensi dalam penyaluran anggaran akan menjadi perhatian utama.

Dukungan Fiskal Menjadi Kunci

Salah satu harapan besar pasar terletak pada percepatan realisasi belanja negara, terutama dalam bentuk bantuan sosial (bansos) dan bantuan langsung tunai (BLT). Kebijakan ini dinilai strategis karena secara langsung berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat serta konsumsi domestik, yang merupakan motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Pemerintah telah menyampaikan komitmennya untuk mempercepat penyerapan anggaran, khususnya melalui program-program perlindungan sosial. Jika implementasinya konsisten, hal ini dapat memberikan sentimen positif bagi perekonomian nasional dan memperkuat stabilitas rupiah,” ujar Ibrahim.

Ia menambahkan bahwa bansos dan BLT yang dialokasikan dengan tepat sasaran dan waktu akan membantu menahan gejolak ekonomi akibat tekanan eksternal. Selain itu, belanja negara yang produktif juga dapat mengurangi ketergantungan terhadap pembiayaan eksternal, yang kerap berdampak pada volatilitas nilai tukar.

Dilema antara Stabilitas dan Stimulus

Namun, Ibrahim juga menyoroti adanya dilema yang dihadapi oleh pemerintah. Di satu sisi, menjaga stabilitas nilai tukar merupakan tugas penting untuk mempertahankan kepercayaan investor dan mengendalikan inflasi impor. Di sisi lain, pemerintah juga dituntut untuk lebih agresif dalam memberikan stimulus agar pertumbuhan ekonomi tidak melemah.

“Ini adalah tantangan klasik. Stabilitas nilai tukar harus dijaga, tetapi di saat bersamaan, roda perekonomian harus tetap bergerak. Oleh karena itu, langkah pemerintah harus cermat, efektif, dan berbasis pada data yang akurat,” terangnya.

Baca Juga : Distribusi Pupuk Subsidi Dijatim Yang Kini Tembus 590 Ribu Ton

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts