Harga Minyak Dunia Melonjak, Tinggi Hari Selasa & Ini Pemicunya Hal ini terjadi seiring perkembangan geopolitik di kawasan Eropa Timur serta kebijakan Amerika Serikat terhadap negara-negara penghasil minyak tertentu yang memengaruhi ekspektasi pasokan global.
Minyak mentah jenis Brent mengalami kenaikan tipis sebesar 3 sen dan diperdagangkan pada level USD 73,02 per barel. Sementara itu, minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) yang menjadi acuan di Amerika Serikat justru mengalami penurunan sebesar 16 sen, sehingga ditutup pada harga USD 69 per barel.
Perubahan harga ini terjadi setelah Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy, menyepakati perjanjian gencatan senjata dengan Federasi Rusia. Kesepakatan ini mencakup jaminan keamanan terhadap jalur pelayaran di kawasan Laut Hitam serta perlindungan terhadap infrastruktur energi kedua negara.
Harga Minyak Dunia Melonjak, Tinggi Hari Selasa
Meski demikian, Zelenskiy menyatakan bahwa Ukraina tetap mengharapkan dukungan tambahan dari Amerika Serikat dalam bentuk pengiriman persenjataan serta penerapan sanksi yang lebih tegas terhadap Rusia, apabila Moskow kedapatan melanggar kesepakatan damai tersebut.
Analis senior dari Price Futures Group, Phil Flynn, menjelaskan bahwa apabila kesepakatan damai ini berjalan lancar, bukan tidak mungkin akan terjadi pelonggaran sanksi terhadap sektor minyak Rusia. Hal tersebut berpotensi menambah pasokan minyak mentah ke pasar global, yang sebelumnya sempat terganggu akibat embargo ekonomi terhadap Rusia.
Pada saat yang sama, Amerika Serikat diketahui mencapai kesepakatan bilateral dengan Rusia dan Ukraina guna menjamin keamanan maritim di Laut Hitam serta menegakkan larangan serangan terhadap fasilitas energi masing-masing pihak. Laporan Reuters mengungkapkan bahwa kesepakatan tersebut akan memperkecil risiko konflik lanjutan yang dapat mengganggu distribusi energi di wilayah tersebut.
Di sisi lain, Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali memunculkan ketegangan pasar dengan mengancam akan memberlakukan tarif tambahan terhadap negara-negara yang membeli minyak dan gas dari Venezuela. Ancaman ini menimbulkan kekhawatiran terhadap potensi penurunan pasokan global, mengingat Venezuela merupakan salah satu eksportir utama minyak mentah dunia.
Kepala Divisi Pasar Komoditas Global dari Rystad Energy, Mukesh Sahdev, menuturkan bahwa kebijakan tarif tersebut sejatinya merupakan bentuk sanksi tidak langsung. Tujuannya adalah untuk mengurangi kapasitas ekspor minyak Venezuela serta mengganggu operasi kilang minyak mentah di Tiongkok, yang selama ini menjadi mitra dagang utama Venezuela dalam sektor energi.
Ini Pemicunya Dari Kenaikan Harga
Langkah lain yang turut berdampak terhadap proyeksi pasokan adalah keputusan pemerintah Amerika Serikat yang memberikan batas waktu hingga 27 Mei 2025 bagi perusahaan energi asal AS, Chevron, untuk menghentikan seluruh aktivitas operasionalnya di Venezuela. Pencabutan izin operasional ini diperkirakan dapat mengurangi produksi minyak Venezuela sekitar 200.000 barel per hari, menurut analisis dari ANZ Research.
Sementara itu, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) beserta sekutunya yang tergabung dalam OPEC+, termasuk Rusia, dirumorkan akan tetap menjalankan rencana peningkatan produksi minyak pada bulan Mei mendatang.
Empat sumber yang diwawancarai oleh Reuters menyebutkan bahwa keputusan ini diambil mengingat stabilnya harga minyak serta adanya rencana internal untuk memperketat disiplin produksi dari beberapa negara anggota yang sebelumnya memproduksi melebihi kuota.
Perlu diketahui, pekan lalu pemerintah Amerika Serikat kembali menjatuhkan sanksi terhadap sektor minyak Iran. Departemen Luar Negeri AS bahkan menyasar kilang-kilang minyak skala kecil di Tiongkok—yang dikenal dengan sebutan teapot refineries—yang memproses minyak mentah asal Iran.
Ini menjadi langkah pertama Washington yang secara spesifik menargetkan industri hilir Tiongkok terkait perdagangan minyak dengan Iran.
Menanggapi dinamika pasar energi, Wakil Presiden Senior Divisi Perdagangan dari BOK Financial, Dennis Kissler, menilai bahwa gangguan pasokan akibat menurunnya ekspor Venezuela telah menjadi salah satu pendorong harga dalam jangka pendek.
Baca Juga : Penyaluran BHR Harus Pertimbangkan Penerusan Bisnis Aplikator
Ia juga menyoroti bahwa para investor kini tengah mencermati dengan seksama perkembangan sanksi terhadap Iran serta potensi peningkatan pasokan dari Rusia apabila konflik di Ukraina benar-benar mereda.
Kissler menambahkan, ketidakpastian terhadap implementasi kebijakan tarif AS membuat pasar bersikap hati-hati. Di satu sisi, ancaman tarif meningkatkan tekanan terhadap negara penghasil minyak.
Namun di sisi lain, keputusan pemerintah AS untuk memberikan perpanjangan waktu kepada Chevron dinilai sebagai upaya untuk menjaga stabilitas pasar dan tidak langsung menaikkan harga secara drastis.
Sebelumnya, pada perdagangan hari Senin, harga minyak mentah global mengalami kenaikan sekitar 1 persen setelah pernyataan Presiden Trump mengenai rencana penerapan tarif 25 persen terhadap negara-negara yang melakukan impor minyak dan gas dari Venezuela.
Kenaikan harga ini sempat memberikan angin segar bagi pelaku pasar, meskipun kembali terkoreksi setelah adanya kejelasan tentang tenggat waktu bagi Chevron.